AKU PAMIT
Hallo, Selamat datang di Sunthree. series ini adalah kolaborasi dari Akmal, Delfi dan Firda. episode 1 dari Sunthree adalah karya dari Delfianisafira. semoga suka!!
-----------------------------------------------------------------
Hidup
normal layaknya remaja pada umumnya
memanglah menyenangkan. Tapi,
hidup yang hanya lurus saja, juga kurang memberi pelajaran. Nada adalah anak
perempuan satu-satunya dari tiga bersaudara. Dua kakak laki-lakinya telah
berumah tangga, sementara ia, masih SMA.
Sejak
kecil ia dididik untuk tidak banyak menggantungkan hidupnya kepada orang lain,
bahkan ke orang terdekatnya.
“Mah,
Pah. Nada berangkat sekolah dulu, ya.”, Nada pamit dan bersalaman.
“Yakin
nggak mau Papah antar?”
“Pah, Nada
udah bukan anak kecil lagi. Angkot juga masih ada.”
“Sarapannya
nggak dihabisin dulu? Mamah bawain bekal, ya?”
“Dadah,
Mah, Pah. Nada berangkat dulu.”
Nada
terlihat sedikit tergopoh-tergopoh karena hari ini ia mendapat jadwal untuk
piket kelas. Nada memang anak yang rajin dan bertanggungjawab.
Tidak aneh-aneh,
itulah seorang Nada Syazara Anirmala. Tidak seperti kebanyakan teman-temannya
yang pulang sekolah langsung ke-mall, Nada lebih memilih untuk pulang ke
rumah. Padahal, hari itu hari Sabtu. Sangat bisa jika Nada pergi healing
sejenak.
Meski terkadang
saat di sekolah ia mengalami permasalahan yang cukup membuatnya tak enak hati,
ia akan memilih rumahnya untuk tempat kembali. Tak jarang ia pergi ke balai
baca yang ada di desanya untuk sekedar mengalihkan suasana hati yang sedang
rapuh itu.
(suara
notifikasi HP Nada)
“Lagi di
mana? Jalan, yuk!”
Sebuah
pesan singkat dari Diwan, teman laki-laki Nada.
Hari ini
Nada berencana untuk berkunjung ke rumah tantenya yang seorang psikolog. Nada
sedang tidak ingin diganggu oleh siapa pun, bahkan teman dekatnya itu.
“Bentar,
ya, Nad. Tante masih ada pasien satu lagi.”, ujar Tante Nada.
Nada
melamun sambil duduk di ruang tamu rumah tantenya. Membandingkan antara dirinya
dengan para pasien.
Di bawah
kursi tempat ia duduk, ada secarik kertas terlipat.
Nada
mengambilnya. Awalnya ia ingin membuang kertas itu. Tapi ada tulisan dengan
tinta warna merah yang cukup besar dan terpaksa Nada harus membacanya. Tulisan
itu berbunyi, “Kamu hebat, sudah bertahan sejauh ini!”
“Ah, ini
mungkin punya salah satu pasien tante.”, (batin Nada)
Ia
menghiraukan tulisan tersebut.
Hal
pertama yang ditanyakan tantenya kepada Nada ialah, perihal Aula, salah satu
teman dekatnya. Bukan menanyakan tentang Nada, karena raut wajahnya yang sudah
terlihat jelas oleh tantenya, bahwa Nada sedang sangat di bawah.
“Ah,
tante. Aula terus yang ditanya kabarnya.”
“Anak
cantik lagi pengen makan apa?”
“Te, bisa
gak sih, Nada pindah ke planet lain aja?”
“Semua
pasien tante kalo ada masalah bukan malah lari, Nad. Dan tante gak pernah
nyuruh kamu lari.”
(Aula
menelepon Nada)
“Halo,
bisa ketemu hari ini?”, Aula mengawali pembicaraan.
“Tumben
kamu free?”
“Iya,
nih. Jualanku lagi libur.”
“Di
mana? Tempat biasa?”
“Ya,
lah. Mana lagi. Oke see you!”, Aula menutup telepon.
Tidak
bertemu dengan Diwan, tapi bertemu dengan Aula. Itu lah yang sangat dibutuhkan
Nada saat ini.
Nada dan
Aula sudah sampai di tempat mereka terbiasa nongkrong. Namun, tiba-tiba…
“Sorry
nih, Nad. Bukannya aku gak mau nemenin kamu. Tapi, Diky mendadak ngasih kabar
kalo dia mau ke sini.”, kata Aula, minta maaf.
Diky,
pacar Aula sejak satu setengah tahun lamanya. Mereka memang LDR, tapi
Diky selalu punya jadwal khusus untuk bertemu dengan kekasihnya, Aula.
“Yaudah,
kamu temui Diky aja. Kasian jauh-jauh ke sini.”
“Aduh,
jadi gak enak sama kamu, Nad.”
“Santai
aja. Besok juga masih ada waktu”
Kesempatan
Nada untuk mencurahkan keluh kesahnya pun tertunda lagi.
Kali ini
ia banyak memetik pelajaran, salah satunya bahwa, yang benar-benar bisa
mengerti diri sendiri hanyalah diri itu sendiri.
Bukan
pacar, sahabat, teman, orang tua, saudara, dan orang terdekat lainnya. Karena
yang berhak untuk menentukan antara sedih atau bahagia adalah, diri sendiri.
Memang
sulit berdamai dan bisa mengerti apa maunya diri. Sulit menepati janji yang
dibuat dengan diri sendiri. Sulit untuk tidak selalu menyakiti diri.
Sore itu
menjelang maghrib, Nada pulang dengan bajunya yang basah kuyup karena
kehujanan. Melihat rumahnya yang sepi dan tidak ada sesuatu yang bisa dimakan
di tudung saji, Nada lagi-lagi harus menerima kenyataan yang tak sesuai
prediksi.
Berharap
saat sampai di rumah, ada yang menyambutnya dengan ramah, membuatkan segelas teh
hangat dengan mie instan yang masih panas. Kini, hanya pikirannya saja yang
semakin memanas. Tapi, Nada sudah terbiasa dengan itu semua. Ia tetap berusaha
ikhlas, meski kesabarannya terus terkuras. Ia yakin usahanya tak akan sia-sia
dan ia masih ingin hidup seribu tahun lagi.
with love, Delfi.
----------------------------------------------------------------
Instagram : instagram.com/delfianisafiraa
see you in the next episode of Sunthree.

Komentar
Posting Komentar