Setelah 7 Menit

 Hallo selamat datang di PerahuManis, sudah lama gak menyapa kalian semua. kali ini bukan karya ku yang hadir, tapi karya sahabat ku semoga kalian suka dan berkenan membaca ☺

-----------------------------------------
Pic : Delfiani safira


Shanum adalah sosok perempuan yang tidak banyak bicara, bahkan tidak pandai berkomunikasi, namun selalu ingin dimengerti. Ia memiliki seorang kekasih, Samudra. Sosoknya pun pendiam ,tidak banyak bicara, tidak suka menjelaskan, hingga membuat Shanum bertanya-tanya, sebenarnya Samudra mendukung mimpi-mimpinya atau malah menghancurkan?

Tingg…!! (suara nada pesan handphone Samudra)

“Morning, Sam! Hari ini aku ada panggilan interview lagi, banyak yang tertarik sama hasil potretku. See you at 09.00!”

“Jujur, diriku sudah terlalu capek di diamkan terus. Chatku yang selalu kamu diamkan layaknya perasaanku, lalu selama 4 tahun ini kita apa, Sam?”, gumam Shanum dalam hati.

Mereka membuat janji untuk bertemu di sebuah coffee shop belakang stasiun. Bodohnya Samudra, selalu tidak pernah mengawali pembicaraan.

“Aku sudah lupa kapan terakhir kita kesini?”

“Ya,aku sibuk kerja, Sha.”

“Sibuk banget,ya? Gak bisa ditinggal sehari?”

“Bulan ini banyak berita di luar kota yang harus kuliput.”

“Aku punya banyak teman tapi merasa kehilangan teman, aku punya keluarga tapi tidak merasakan kasih sayangnya, and so, aku punya kamu tapi tidak merasa seperti punya pacar, Sam.”, kataku sambil berpura-pura senyum.

Banyak orang yang sedang tidak baik-baik saja sekarang, tapi tidak semuanya bisa menutupi.

“Handphone kamu ada telfon, tuh.”

Samudra me-reject.

“Kenapa gak diangkat?”

“Gak adaapa-apa.”

Mala, teman masa kecil Samudra yang dahulu pernah diceritakan kepada Shanum. Anehnya, Samudra selalu menceritakan masa kecilnya, tidak pernah membahas pertemanannya ketika sudah sama-sama dewasa.

“Waktu kecil, Mala anaknya jail banget, Sha.”, ujar Samudra.

“Kalo kamu? Pendiam seperti sekarang?”

“Namanya juga anakkecil, belum tahu apa-apa. Ya, aku pendiam.”

“Hahaha. Jangan alibi kamu!”

“Enggak, Sha. Akuserius.”

“Tapi aku butuh keseriusan yang lebih dari ini, Sam.”

“Maksudnya?”

“Yah, Sam. Kamu kurang pandai menebak perasaan.”

“Tapi aku pandai member kejutan, kan?”

“Contohnya?”

“Seperti sekarang ini. Kejutan mengajakmu bertemu setelah sekian lama.”

“Setelah sekian lama kamu mendiamkan ku?”

Samudra mengalihkan pembicaraan dengan menunjukkanku kepada sebuah live music kafe.

“Aku request lagu kesukaanmu, ya, Sha.”

“Enggak, Sam. Gak usah. Lagu ini saja, aku juga suka.”

Sang penyanyi membawakan satu lagu dari Michael Jakson, Heal the World.

Shanum menikmati lagu itu. Sementara Samudra sibuk dengan gawainya. Dan Mala, sedang berada di kereta api untuk menuju kota tempat Samudra dan Shanum tinggal.

“Kok, Mala, telfon tiba-tiba, ya? Ada yang penting mungkin, angkat aja gapapa.”, tanyaku.

Namun, Samudra mendiamkan handphone-nya yang terus bordering itu, dan kembali menyeruput kopi.

“Aku merasa ada yang beda dari matamu, Sam.”

“Hah? Bukannya mataku selalu begini, ya?

“Mmmm… Gak, gak jadi.”

Satu hal yang belum diketahui Samudra tentang kekasihnya ialah, bisa membaca perasaan orang lain lewat sorot mata.

Sudah menjadi hal biasa, ketika Shanum dan Samudra bertemu, mereka jarang sekali membicarakan tentang hal-hal penting yang sebelumnya ingin sekali di bahas.

Ya, Shanum selalu dibuat hilang akal saat berada di hadapan Samudra. Pembicaraan mereka hanya sebatas membicarakan sesuatu yang sedang terlihat saat itu juga.

Setelah 7 menit mereka saling diam, handphone Samudra kembali berdering.

“Mala lagi? Angkat aja.”, kataku.

Lalu Samudra sedikit menjauh dari tempat duduk, untuk menjawab telepon dari teman kecilnya itu. 

“Bisa gak chat aja? Aku lagi sama Shanum.”, Samudra menjawab telepon Mala.

“Ya, kan, aku mau nyampe ini, Dra. Kamu di mana sekarang? Jangan lupa jemput aku di stasiun.”

“Aku sama Shanum lagi di coffee shop belakang stasiun.”

“Oh, yaudah. Kebetulan banget kalo kamu udah di deket stasiun. Jadi jemputnya gak kejauhan.”

“Kamugila, ya? Kamu minta aku jemput, sedangkan ada Shanum di sini.”

“Apa salahnya? Aku, kan, juga spesial. Bukan cuma dia.”, kata Mala.

Shanum mengakui kebodohannya. Ya, kebodohan yang tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Mala dan Samudra telah merancang sesuatu untuk kemudian hari. Sesuatu itu adalah pernikahan.

Shanum mengetahui hal ini setelah ia tidak sengaja membaca sebuah pesan singkat dari Mala, yang menanyakan kepada Samudra tentangWedding Organizer yang akan mereka pesan.

Awalnya, ia piker Mala dan Samudra akan memesan Wedding Organizer untuk pernikahannya dengan Samudra, yang jauh belum pernah dibicarakan sedikit pun. Samudra ingin member sebuah kejutan kepada Shanum. Ya, kejutan pernikahan, namun bukan dengan dirinya.

“Kukira, namamu dan nama ku akan bersanding hingga di batu nisan kelak. Ternyata, namamu lebih abadi di undangan pernikahan bersama temanmu.”, gumam Shanum dalam hati.

“Sudah, tidak ada yang perlu dijelaskan lagi, Sam. Aku sudah memaafkanmu, mengikhlaskanmu. Semoga kalian bahagia.”

“Akusemakinyakin, Sha. Bahwa manusia hanya bisa berencana, dan kadang tujuan akhirnya berbeda jauh oleh takdir-Nya.”

“Di sorot mataku ada kamu, Sam. Tapi, di sorot mata mu ada pantulan warna lain.”

“Semoga kamu mendapat yang jauh lebih baik dariku. Jangan pernah membenciku, ya, Sha.”

 with love, Delfi

------------------------------------

Hit Me Up 

Instagram : instagram.com/delfianisafiraa

see you in another post 💗

Komentar

Postingan Populer