Gelas Kaca

 segmen baru di Perahumanis, yaitu cerpen asik. cerpen kali ini tentang seorang laki laki yang berusaha berdamai dengan keadaan. cerpen ini juga sudah pernah di upload di IG @akmalziadari dalam segmen IG series akmal. cerpen di blog ini sudah di perbaruhi dan di revisi. semoga suka! enjoy it!!





Kami bergelut dengan pikiran masing masing. Masuk kedalam alam bawah sadar, saat ini hati dan otak kami sedang berseteru. Beda pendapat. Lama sekali, diantara kami tidak ada yang berani mengeluarkan isi pikiran dan hati. Kami sadar, bahwa pertengkaran kami saat ini berada pada ititk hancur. Yang kami harus pikih adalah, bertahan atau pergi. Otak kami menyuruh kami untuk pergi, sedangkan hati kami mengatakan tetaplah bertahan. Keadaan kami bukan lagi tentang saya dan dia, tetapi tentang kami semua. Keluarga, teman dekat, kerabat, dan vendor. Kata orang, mendekati hari pernikahan memang banyak cobaan.

Setelah lama berdiskusi dengan hati, aku sepakat mengatakn pergi. Tentang mendua, bukanlah hal yang mudah untuk di toleransi. Meskipun kami telah memutuskan untuk mantap menikah, tapi kesalahan yang Sandra perbuat bukanlah hal yang biasa.

 “San, maafkan aku. Aku memutuskan untuk pergi. Semoga kamu selalu bahagia”. Ia menatapku lama, matanya tak menunjukkan rasa bersalah, ia juga tak mencegahku untuk pergi. Ini memang keputusan yang terbaik. “soal keluarga, biar aku yang urus. Kamu tak sah khawatir” kataku sebelum pergi dari caffe ini. Dua bulan sebelum hari pernikahan kami, kami putuskan untuk pergi. Bukan persoalan egois, tapi persoalan hati yang tidak akan bisa terobati.

Bagaikan hadiah, Sandra adalah anugrah paling indah. Ia sabar dan pengertian, selalu mau berusaha keras untuk apa yang ia inginkan. Tak jarang, ia selalu melupakan dirinya sendiri, bahkan melukainya. Ketika ia berada di tiitk puncak dan titik lemahnya, kami selalu datang ke caffe ini. Sekedar bercerita tentang hari kami dan meminum carramel latte kesukaan kami, menyenangkan sekali.

“sesibuk sibuknya akau, aku masih mikirin kamu kok. Aku janji akan sellau ada buat kamu dan ngekuangin waktu untuk bertemu di caffe ini” katanya dulu. Sebelum saya memergokinya bertemu dengan client nya sambil berpegangan tangan. Awalnya saya kira mereka hanya teman, tapi seiring berjalannya waktu, beberapa rekan kerja Sandra yang juga mengenal saya mengatakan dia sering pergi bersama laki laki lain. Hingga saya benar benar tahu ketika saya juga sedang meeting bersama klien saya di caffe itu dan Sandra datang bersama seorang laki laki yang pernah saya lihat pada waktu itu. Dia tidak melihat saya, tapi saya dengan jelas dapat melihatnya datang dengan laki laki yang tidak saya kenal dengan bergandeng tangan. Yang membuat saya makin kecewa adalah mereka juga memesan apa yang suka kami pesan, carramel latte.

Ketika saya bertanya, ia tidak menjawab dengan jujur. Tapi setelah saya menunjukkan sebuah foto, ia berkata iya. Hingga akhirnya kami memutuskan utnuk berpisah. Saya datang ke rumahnya untuk bertemu dengan orang tuanya, saya menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, saya tidak menutupi apapun saya berusaha jujur atas apa yang telah terjadi. Orang tuanya paham dan mengizinkan saya untuk pergi. Mereka juga kecewa dengan Sandra, “kamu membuat ayah malu nak” itu yang ayahnya ucapkan ketika saya mengembalikan Sandra. Hubungan yang baik harus diselesaikan dengan baik, saya memulai hubungan dengan Sandra dengan baik jadi saya juga harus mengakhirinya dengan baik, meskipun sangat menyakitkan untuk saya.

Saya berusaha untuk bangkit dan tidak terpuruk dengan apa yang terjadi, saya berusaha menyibukkan diri saya dengan hobi lama saya. Ketika weekend datang saya selalu berkeilinng kota dari pagi hingga sore ditemani kamera lama saya yang telah lama berada di lemari. Ini cara saya untuk healing dan sembuh. Beberapa kali hasil foot saya ikutkan kontes loma foto yang diadakan beberapa instansi. Hingga akhrinya ada seorang fotografer dari sebuah majalah yang menawarkan saya untuk menjadi fotografer tetap di kantornya. Menarik juga, saya pikir. Tetap kantor tersebut ada di kota sebelah, saay harus memilih salah satu.

Setelah mendiskusikan ini dengan ibu dan tentunya diri saya sendiri, saya putuskan untuk resign pekerjaan lama syaa dan meninggalkan kota ini. Terlalu banyak kenangan yang harus saya lupakan. “pergilah, jika itu memang membantumu. Ibu ikhlas, jangan lupa kembali” kalimat terkahir ibu menghantarkan kepergian saya kala itu. Pasti kembali, tapi tidak tahu kapan, pikir saya.

Memulai dari awal, dan beradaptasi dengan kita ini adalah tantangan yang saya terima. Memulai lebar hidup baru dan cerita baru, sebagai fotografer untuk majalah ternama. Kota ini nampak sangat asing buat saya, ini juga pertama kalinya bagi saya  untuk merantau ke luar kota. Setelah beberapa bulan menetap di kota ini, saya mulai nyaman dan mencintai kota ini.

Terkadang rasa rindu kepada Sandra dan kota lama, muncul. Saya selalu tahan dan mengalihkannya pada hal lain. Kebiasaan lama saya terbawa ke kota ini, duduk lama di caffe dengan segelas carramel latte kesukaan saya. Tak bisa saya pungkiri, semakin lama rasa rindu itu makin menusuk ke dalam dada. Otak saya seolah berkata “selesaikan” tapi saya tidak tahu apa yang harus saya selesaikan.

Tak terasa, sudah lebih dari enam bula saya menetap di kota ini. Banyak halyang sudah saya lewatkan dan terjadi, ibu berkali kali menelpon saya untuk segera pulang dan menengok kota lama, tapi saya selalu berdalih bahwa saya memiliki banyak pekerjaan yang harus saya selsaikan disini. Jujur saya takut untuk kembali dan membuat otak saya kembali mengingat tentang Sandra. “jangan terlalu lama menghindar, tidak baik” tegas ibu ketika saya menanyakan kabarnya melalu telepon. Kalimat ibu mengundang awan hitam kembali datang dalam pikiran saya, wanita itu apa kabar ya?

Sepertinya rasa rindu saya tidak bisa saya kontrol, wajah saya seperti nya sangat menunjukkan bahwa saya sangat tidak baik baik saja. Di kantor, banyak yang bertanya apakah say abaik baik saja? Saya jug abukan tipikal orang yang suka nongkrong di kantor. Banyak waktu saya yang saya pakai di luar kantor, lebih sering di luar karena pekerjaan saya adalah mencari objek foto. Hanya seminggu dua kali saja saya berada di kantor full time, karena ada pemotreran dengan beberapa model untuk majalah saya.

Meskipun saya bekerja di majalah ternama di kota hujan ini, tetapi saya tetap menjalankan impian saya untuk menjadi fotografer lepas, sudah banyak penghargaan yang saya terima karena karya saya. Lomba fotografi juga sudah banyak yang saya menangkan. Tapi itu belum puas buat saya, saya ingin membuat pameran tunggal yang di hadriri oleh banyak fotografer terkenal lainnya. Tentu utnuk mencapai proses itu tdak mudah, saya masih harus terus berusaha dan mengembangkan nama saya di dunia ini. Impian ini pernah saya utarakan pada Sandra, ia sangat mendukung impian saya kala itu. Dengan semangat yang menggebu dia juga bercerita tentang impian untuk menjadi pebisnis muda yang tidak bekerja di kantor seperti sekarang, ia ingin memiliki restoran dan caffe supaya saya tidak harus berkelana mencari caffe utnuk nongkrong.

“Ah.. sandra singgah lagi di pikiran saya” batin saya selagi menghela napas panjang. Hati saya selalu bertanya kabar dan apakah ia sudah bahagia?. Saya menatap diri saya di pantulan kaca, ia seolah berkata “tanya sana! Dasar pengecut”. Sudah lama sekali saya meninggalkan kota itu, saya lebih memilih untuk lari dari kenangan itu. Semakin saya melupaknnya semakin ia betah untuk berlama lama singgah di hati dan pikiran saya.

Saya sering datang dan diundang untuk datang ke beberapa pameran foto di kota itu, saya datang sendiri dan melihat lihat selagi belajar utnuk mempersiapkan pameran saya. Ketika saya datang di salah satu pameran foto teman saya, ia berkata “its time bro, udahlah terima tawaran untuk bikin pameran foto gini, lumayan buat nambah protofolio lo, lagian lo kan juga udah banyak jam terbang di dunia ini, take it la”. Memang beberapa bulan lalu, ada seorang wirausaha yang suka dengan hasil kerja saya dan beliau menawarkan untuk membuatkan saya pameran tunggal, tapi saya tolak karena hati saya belum sembuh total.

“tunggu apa si? Kalo lo mau melupakan ikhlasin bro, jangan bergelut dan hancur terlalu dalam la.. gue yakin dia juga bahagia sekarang. Ini waktunya lo tunjukin ke dia kalo lo udah benar benar melupakan dia” lanjutmya, ia salah satu teman lama saya yang bergerak dibidang yang sama, makanya dia tahu masa lalu saya bersama Sandra. Saran dari teman saya membuat saya memilh untuk mengiyakan tawaran pengusaha itu.

Banyak persiapan yang harus saya lakukan. Menyiapkan banyak stock foto dan memilih teman serta judul yang pas untuk pameran ini. Ini adalah pameran pertama saya, jadi saya harus mempersiapkannya dengan matang. Judul yang saya pilih untuk pameran ini adalah “Sandra” nanti pameran tersebut berisi bebrapa foto yang menunjukkan sisi indah dari perempuan. Dan konsep yang saya pilih adalah cerita, jadi setiap foto nya mengandung cerita tersirat yang berhubungan dari stau foto ke foto lain. Alasan saya memilih judul itu adalah untuk meyakinkan saya bahwa saya telah baik baik saja, dan juga sebagai wujud saya berdamai dengan masa lalu saya. Kisah cinta saya memang tidak asik untuk dibagi, tapi saya berharap dengan pameran ini saya bisa melupakan sisa rasa sayang saya terhadap sandra, dan berharap saya bisa lebih cepat untuk melupakan dia.

Persiapan demi persiapan untuk pameran saya telah berjalan dengan lancar, saya dan tim memutuskan untuk menyebarkan undangan secara privat saja, hanya beberapa media dan beberpa fotografer terkenal yang saya undang untuk pembukaan, seelah pembukaan selesai baru di buka untuk umum. Pameran saya akan berjalan selama tujuh hari. Ibu dan keluarga tidak lupa saya kabari, mereka juga turut bahagia melihat saya mewujudkan impian saya sedari kecil. Ibu menatap saya dengan tatapan haru ketika saya memberikan pidato singkat untuk acara pembukaan itu. Matanya tampak berbicara “ibu bangga nak, bangga sekali”. Saya masih membayangkan ada Sandra disini dan juga menatap saya dengan bangga, tetapi kenyataanya tidak ada. Ternyata rencanya Tuhan lebih indah ya, batin saya.

Karena banyak wartawan yang datang dan memberi berita tentang debut pameran saya, banyak kawan lama say ayang dari kota lama juga datang dan memberi selamat. Rekan kerja kantor lama, kantor majalah, kawan SMA, kuliah dan beberapa teman dekat seprofesi datang. Berkat bertita yang di angkat wartawan pada acara pembukaan, masyarakat turut hadir. “kok dia gak datang ya? Apa dia tidak mendengar kabar ini?” batin saya, “ah sudahlah, mungkin dia sudah bahagia, saya pun juga harus bahagia. Dengan pameran ini berarti perasaan saya kepadanya sudah tamat” lanjut batin saya. 

“mas Ridlo ada tamu” kalimat ini menyadarkan saya dari lamunan. Saya melihat seseorang yang sedang saya pikirkan. Saya juga melihat senyum nya setelah bertahun tahun tidak melihatnya. Ternyata Sandra Adi Gunawan wanita yang selama ini memenuhi pikiran saya dan wanit ayang saya pakai namanya untuk menjadi judul dalam pameran saya. “hai, selamat ya.. senang melihat mu mewujudkan mimpi besarmu” kalimat yang keluar dari mulutnya sambil mengulurkan tangan.

Saya terima uluran tangan itu, sambil mengucap terimakasih. Saya ajak ia berkeliling melihat hasil foto saya, saya juga menjelaskan arti setiap foto yang ada. Ia tidak bertanya kenapa saya memilih namanya untuk pameran ini, ketika saya tanya jawabannya ia sudah tahu dari berita dan mendangar nya dari beberapa teman. “awalnya aku kira bukan aku yang kamu maksud sandra, tapi setelah membaca salah satu berita yang menginformasikan nama lengkap ku aku terkejut, ternyata kamu masih mengingatku, dan ternyata bukan hanya aku saja yang belum bisa move on” paparnya.

“dari kamu aku belajar membedakan mana orang yang tulus dan mana yang bukan. Aku datang bukan hanya ingin mengucapkan selamat dan melihat keadaanmu, aku juga ingin meminta maaaf atas apa yang terjadi dulu. Maaf karena telah mendua dan meninggalkanmu. Aku juga terpukul dan merasa bersalah, aku juga gagal dalam mempertahakan hubunganku dengan dia. Aku minta maaf ya dlo, kekecawaanmu memang tidak sebanding dengan apa yang aku rasakan. Tapi aku berharap kita masih bisa jadi teman” Sandra mengucapkan ini di akhir foto setelah aku menjelaskan artinya. Aku tersenyum mendengar ini dari mulutnya. Aku memeluknya tanda perpisahan, kini kami akan berjalan sesuai dengan jalan kami masing masing. Cerita ku dengan dia sudah cukup sampai disini. Kami akan bahagia dengan jalan cerita kami sendiri.

 

 ---------------------------------------

hit me up :

instagram : https://www.instagram.com/akmalziadati/?hl=id  (akmalziadati)

email : perahumanis@gmail.com

Komentar

Postingan Populer